Showing posts with label thoughts. Show all posts
Showing posts with label thoughts. Show all posts

Thursday, December 16, 2010

The Other Story of Japan Trip (2) - Lover

Malam terakhir di Tokyo, kami bertemu seorang senior SMA yang sedang menempuh PhD-nya di negeri sakura. Dia pintar. Sangat pintar, sampai-sampai kami berdua pusing tiap kali berusaha merumuskan cara untuk menjadi sepintar dia. Anyway, ini dunia. Kami tahu pasti banyak yang lebih pintar dari dia. Tapi ada 1 hal yang membuat dia lebih istimewa di mata kami.  
He brings his wife's name in almost every of our conversation.

Dari ceritanya, kami berdua bisa melihat besarnya penghargaan dan rasa cintanya pada belahan jiwanya, bahkan mungkin tanpa ia sadari. Malam itu diam-diam dia membuat kami berinstrospeksi dan belajar untuk lebih saling menghargai.

It was nice for my husband and me, 
seeing someone who brings his soulmate's name in his daily,
unconsciously.
No, it's not cheesy. 
It's just because she is always in his heart. 
Constantly.

Sepanjang perjalanan pulang ke ryokan, saya dan suami bergandengan tangan, tenggelam dalam syukur yang dalam atas pelajaran 'remeh-temeh' barusan. Juga atas kesempatan untuk saling mencintai dan memiliki. Semoga Tuhan selalu menjaga cinta kami. :)

Thursday, November 11, 2010

The Other Story of Japan Trip (1) - Jilbab

Seperti yang saya tulis dalam post sebelumnya, saya dan suami baru saja kembali dari Jepang. Jalan-jalan ala ransel, dengan backpack tinggi dan budget yg terbatas. Tapi bukan soal cantiknya Kyoto, canggihnya Tokyo, atau soal perjalanan ala ransel itu yg kali ini akan saya ceritakan. Tulisan kali ini tentang saya -perempuan berjilbab yg tidak terlalu religius-, dengan keyakinan saya soal jilbab yg saya kenakan.

Saya mulai memakai jilbab sejak kelas 1 SMA, sekitar pertengahan tahun 2002. Waktu itu di lingkungan saya, teman-teman yg memakai jilbab belum sebanyak sekarang. Di rumah pun belum ada satupun anggota keluarga saya yg berjilbab. Saya sendiri tidak tahu darimana asal keinginan dan keyakinan untuk berjilbab. Pada saat masuk SMA, tiba-tiba saja saya minta pada ibu untuk membeli ukuran kain seragam untuk siswi berjilbab. Ayah dan ibu saya kaget dan kurang setuju. Beliau sempat meminta saya mempertimbangkan baik-baik rencana saya, karena khawatir nantinya saya akan 'membuka jilbab' di tengah jalan atau menemui banyak 'keterbatasan'. Apalagi sejak SMP saya sangat aktif di sekolah dan hobi berenang (waktu itu belum ada burqini). Sholat saya pun masih bolong-bolong, ngaji juga jarang, tajwid kacau, dan pengetahuan tentang Islam masih ala kadarnya. Saat itu pun masih ada sisi lain dalam diri saya yg merasa takut nanti jd ga bisa 'gaya', susah cari kerja, dll. Tapi dorongan untuk memakai jilbab begitu kuat dan (entah kenapa) tidak dapat saya lawan. Karena saya keuh-keuh, akhirnya orang tua saya mengiyakan. Dan sejak itu saya pun berjilbab. Nyaris tanpa modal. Saya cuma punya 1 jilbab yg saya pakai mulu, sambil pelan-pelan beli, satu-persatu. Alhamdulillah tidak ada halangan yg berarti selama saya memakai jilbab di SMA. Saya bisa tetap aktif di kegiatan sekolah.

Jilbab tidak serta-merta membuat saya 'alim'. Sholat saya masih sering bolong, ngaji masih tetap belum rajin, pengetahuan saya tentang Islam masih saja dangkal, dan kata-kata saya masih banyak menyakitkan. Bahkan saya belum secara konsisten memakai jilbab, kecuali di sekolah. Tapi saya merasa nyaman. Saya merasa, inilah identitas saya. Setiap saya berkaca, ada rasa malu pada pakaian yg saya kenakan. Dan saya pun mulai belajar menghias hati saya sesuai dengan jilbab yg saya pakai. Satu pelajaran yg saya dapat disini. "Jilbab akan membantu kita untuk 'bercermin' dan terus memperbaiki diri. Pelan-pelan. Dengan kecepatan yang tidak selalu konstan."

Kemudian saya melanjutkan kuliah di salah satu universitas swasta di Jakarta, dimana mayoritas mahasiswanya adalah chinese & non-muslim. Awalnya saya sempat khawatir susah mendapat teman. Tapi ternyata kekhawatiran itu tidak terbukti. Saya justru banyak belajar soal toleransi di jenjang ini. Alhamdulillah, saya tidak mengalami kendala yg berarti. Beberapa sahabat saya pun non-muslim. Bahkan saat di tingkat akhir, walaupun jumlah muslim di kelas hanya 3 orang, dan saya satu-satunya yg berjilbab, teman-teman non-muslim sangat menghargai kami. Kami pun belajar untuk sepenuh hati menghargai mereka dan apa yg mereka percaya. Satu lagi pelajaran yg saya ambil, "berjilbab bukan berarti tidak bertoleransi."

Setelah lulus kuliah, alhamdulillah Allah memudahkan jalan saya dalam mencari kerja. Saya diterima di beberapa company dan memutuskan untuk memilih 1 multinational company. Disinipun tidak ada hambatan yg berkaitan dg jilbab saya. Bahkan atasan yg expat pun sangat welcome. Dari situ, alhamdulillah 2 sahabat saya tidak takut untuk ikut berjilbab.

Makin hari saya makin mengerti kenapa dulu Tuhan memberi hidayah dg keinginan yg sangat besar dan begitu tiba-tiba untuk memakai jilbab. Tanpa terlebih dahulu memakai jilbab, mungkin saya tidak akan pernah belajar membingkai hati saya dan menyesuaikannya dengan jilbab saya. Terlebih saya ada 'bakat bandel' dan punya 'berbagai jenis' teman. Saya merasa, jilbablah yg menjaga tingkah laku saya dan seringkali menjaga hati saya. Sejak memakai jilbab, pelan-pelan saya suka mengingatkan diri sendiri, misal "Malu ah, pakai jilbab kok masih suka iri sama orang", "Malu ah, pakai jilbab kok sholatnya bolong-bolong", dll. Jilbab juga membantu saya untuk bebas bergaul, tanpa 'tercampur'.

Nah, kemaren waktu di Kyoto, karena pagi-pagi sudah check out dari guest house tempat kami menginap, kami harus mencari tempat untuk menjalankan sholat dhuhur dan ashar secara jamak. Berbekal informasi yg terbatas dari internet, kami muter-muter mencari alamat satu-satunya masjid di Kyoto. Well, kami bisa sholat di pinggir kali, di taman, atau dimana saja. Tapi kl ada masjid, why not? Apalagi udara di luar sangat dingin. Setelah bertanya kesana-kemari dengan Bahasa Jepang semi tarzan, dibantu beberapa penduduk lokal, naik-turun bus, dan jauh berjalan dengan kaki pincang kecapean, masjid yg kami tuju belum juga ditemukan.
Saat sampai di jembatan yg menyebrangi Kamo River, kami sudah hopeless. Waktu sholat pun hampir habis. Kami tidak tahu harus berjalan kemana lagi dan bertanya kepada siapa lagi.  Saat iseng melongok ke bawah, tiba-tiba saya melihat perempuan mengenakan jilbab ungu, berjalan bersama suami & anaknya di pinggir Kamo River. Saya segera berlari, mencapai ujung jembatan dan menuruni tangga secepat yg saya mampu, berusaha mengabaikan ngilu, dan  mengejar 'rombongan' si perempuan berjilbab ungu. Suami saya yg kondisi kakinya lebih parah, berjalan pelan-pelan di belakang. Subhanallah, ternyata keluarga itu dalam perjalanan ke masjid dan mengajak kami untuk berjalan bersama mereka. Sepanjang jalan saya merinding. Sekali lagi, Allah berusaha membuat saya mengerti, kenapa dulu saya begitu ingin berjilbab - tanpa alasan yg kuat. Jilbab adalah identitas kita sebagai muslimah. Apabila pandangan mata saya tidak menangkap perempuan berjilbab ungu itu, mungkin masjid yg kami cari tidak akan ketemu.

Hingga selang beberapa waktu di Jepang pun saya masih kerapkali tertegun, takjub. Begitu sederhananya Tuhan membuat saya mengerti, setelah banyak hal 'lebih besar' dalam hidup yg saya lewati. 
Anyway, sampai sekarang pengetahuan Islam saya dan bacaan mengaji saya masih kalah jauh dibandingkan banyak sahabat muslimah lainnya, bahkan yg belum berjilbab. Saya juga masih sering menyakiti orang lain, baik secara sengaja maupun tidak, belum bisa menjadi istri yg sempurna untuk suami saya,  dan masih punya banyak sisi minus lainnya. Tapi saya semakin tidak takut (atau lebih tepatnya tidak peduli) kalau ada yg bilang, "udah pakai jilbab kok kelakuan masih minus." atau "pakai jilbab kok ngaji aja ga becus." atau banyak hal tidak enak didengar lainnya. Kita akan terus berproses. Dan saya semakin yakin kalau insya Allah jilbab kita akan membantu kita untuk berproses ke arah yg baik. Dg konsisten memakai jilbab, insya Allah kita mengingatkan diri kita sendiri secara pelan-pelan. Dengan kecepatan yang tidak selalu konstan.

Well, it's just a thought. Buat teman-teman yg sudah ada keinginan untuk pakai jilbab, sekecil apapun itu, semangat yaa.. :)

Saturday, July 3, 2010

Dream


... dan sayapun sampai di persimpangan jalan yang lain lagi.
Kanan atau kiri?
Ah, mimpi itu masih disini.




 Note: Gambarnya 'minjem' dari istockphoto.com

Friday, June 11, 2010

Mental Mengejar 'Ijazah'

Dua minggu lalu, seorang murid saya  menelepon dan menyampaikan keinginannya untuk 'lompat kelas' karena menurut dia, materi yang saya ajarkan di kelas yang sekarang terlalu mudah. Saya mengernyit dan mengecek namanya di catatan saya. Saya cek lagi dan lagi untuk meyakinkan diri saya bahwa yang sedang menelepon adalah murid saya yang 'itu'. Yang di kelas masih belepotan kemana-mana dan (menurut saya) masih perlu banyak belajar mengenai materi level dasar.

Karena ujian sudah dekat, saya mengatakan kalau saat ini tidak ada kesempatan untuk 'lompat kelas'. Kalau memang dia merasa materi di kelas saya terlalu mudah untuk dia, saya akan memberikan soal-soal tambahan di luar kelas. Lalu dia bertanya, "kalau saya ngerjain soal-soal itu, nanti sertifikat saya tetep 'basic' apa ngga? Rugi dong kalau saya udah belajar lebih banyak tapi sertifikatnya 'basic'."

Kemudian dia menjelaskan bahwa kontrak kerjanya di Singapore hanya sampai akhir tahun ini dan dia tidak akan punya kesempatan lagi untuk mendapat sertifikat dengan level yang lebih tinggi. Di sinilah saya mengerti. Sertifikat. Ya, dia ngotot untuk 'lompat' kelas demi sebuah 'ijazah', bukan karena materi di kelas saya yang sekarang terlalu gampang. Bukan juga karena dia ingin mendapat ilmu yang lebih tinggi.

Saya bengong. Langsung teringat budaya ijazah palsu dan sekolah ala kadarnya asal dapet ijazah ala (beberapa) pejabat Indonesia. Ternyata mental 'mengejar ijazah' itu tidak hanya dimiliki oleh (beberapa) pejabat saja, melainkan mengakar hingga ke (sebagian) rakyatnya. Selembar kertas itu sangatlah penting, sampai-sampai kita lupa bahwa pelajaran demi pelajaran dalam meraihnya jauh lebih penting. Mau bego kek, mau nyogok kek, mau nyontek kek, yang penting title-nya tinggi dan cepet punya 'kertas tanda bukti'. 

Well, saya ga mau naif. Mungkin saya juga salah satu di antara orang yang 'meninggikan' ijazah dan sertifikat. Kejadian sepele itu sempat membuat saya termenung. Tuhan sedang meminta saya belajar dengan cara-Nya, melalui murid saya sebagai medianya, agar selanjutnya saya tidak menilai sebuah ijazah secara dangkal. Ijazah dan sertifikat menjadi berharga karena ada usaha keras (yang legal) untuk mendapatkannya dan kesuksesan tidak semata-mata dinilai dari ijazah atau sertifikat yang kita miliki. Noted.

Kembali ke murid saya tadi, butuh beberapa hari bagi saya untuk membuat dia mengerti bahwa target dia yang utama seharusnya adalah mendapatkan ilmu untuk diajarkan pada anak-anaknya yang dia tinggalkan di Indonesia. Ilmu itu juga yang akan mengantar dia mendapat pekerjaan yang lebih baik, asal dia bersungguh-sungguh belajar dan berusaha. Apalagi yang saya ajarkan adalah 'bahasa', dimana kemampuan practical akan lebih dihargai daripada selembar 'kertas'.
Syukurlah akhirnya dia mau mengerti. Lalu apakah saya sebenarnya sudah benar-benar mengerti?

Monday, April 26, 2010

Tuesday, March 23, 2010

Belajar Bersama Perempuan-Perempuan Luar Biasa

Sekitar pertengahan Februari lalu, waktu si ibu pemilik blog ini menawari saya  mengajar Bahasa Inggris di Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kerja untuk Pahlawan Devisa Indonesia, saya langsung meng-iya-kan tanpa berpikir panjang.  Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kerja ini dibawah naungan KBRI Singapura dan bertujuan untuk memberi kesempatan belajar seluas-luasnya bagi Tenaga Kerja Indonesia di Singapura melalui program Kejar Paket, Pelatihan Ketrampilan, dan Universitas Terbuka.

Seperti yang saya tulis di post sebelumnya,  ini adalah awal yang bagus untuk mencapai salah satu dari mimpi yang pernah saya tulis di sini. Sudah lama saya menunggu kesempatan berbagi ilmu dengan Pahlawan Devisa yang sering kita pandang sebelah mata. Padahal untuk tahun 2009 saja, sumbangan  devisa mereka mencapai 6,6 milyar USD*. Tidak seharusnya mereka dipandang 'semau kita'.

Bagi saya, mereka adalah perempuan-perempuan luar biasa. Dengan modal dan kemampuan terbatas, mereka  berani mengambil keputusan untuk pergi jauh dari rumah demi masa depan yang lebih baik. Tidak berhenti sampai disitu,  setelah 6 hari penuh bekerja dari pagi sampai malam di rumah majikan, di Hari Minggu, saat mereka seharusnya istirahat, leyeh-leyeh, dan liburan, mereka masih mau datang untuk belajar bersama saya dan guru-guru lainnya, dengan alasan yang sangat sederhana, "agar mereka sedikit lebih pintar dan lebih 'bisa'".

Menurut saya, ada khasanah yang sangat kaya di balik alasan sederhana mereka. Secara etimologis, perempuan berasal dari kata 'empu' yang artinya 'hulu' atau 'atas'.**
Dari perempuanlah kita 'bermula' dan generasi penerus kita 'berasal'. Karena itulah setiap perempuan harus terus belajar.

Perempuan yang mau belajar akan mampu mendidik anak dengan pintar.

Dari kegiatan belajar-mengajar ini kita boleh berharap, suatu hari nanti, saat mereka kembali ke pelukan anak-anak mereka atau melahirkan generasi penerus lainnya, mereka sudah lebih pintar dari mereka yang sebelumnya. Lebih pintar dalam mendidik, mengayomi, dan menjaga. Memutus 'maid generation' yang di-export keluar dari Indonesia. Semoga.

Dan percaya atau tidak, bagi saya, semangat belajar mereka sangatlah menular. Antusiasme mereka seolah terus mengingatkan saya bahwa dalam hidup ini selalu ada sesuatu yang harus dikejar. Tanpa sadar, di setiap kegiatan belajar-mengajar, sebenarnya merekalah yang jadi gurunya dan sayalah muridnya. ;)

Oh iya, satu lagi, rekan-rekan pengajar di sana (esp. yang sebidang ajar dengan saya) juga ga kalah luar biasa loh.. 'Riset' iseng mengenai latar belakang pendidikan, pengalaman kerja, dan yang pasti dedikasi mereka membuat saya bangga bisa berdiri dan belajar bersama mereka. Apalagi satu di antara mereka adalah pelopor kegiatan ini di Singapura.

Terimakasih Tuhan, atas kesempatan yg Kau berikan untuk bertemu orang-orang yang luar biasa. Semoga hamba bisa menjadi sedikit lebih berguna.


--
Sumber:
* http://www.antara.co.id/berita/1267368498/wow-tki-sumbang-devisa-6-6-miliar-as
** http://www.angelfire.com/journal/fsulimelight/betina.html

Thursday, December 31, 2009

Resolusi Tahu Baru

Di tahun-tahun sebelumnya (sampai sekarang di usia saya yang ke-23), saya tidak pernah membuat resolusi tahun baru. Bukannya anti, tapi bagi saya tahun baru hanyalah soal pergantian hari, tidak ada yg istimewa. Membuat resolusi  di moment pertambahan usia terlihat lebih masuk akal untuk sekedar mengetahui apakah hanya raga kita yang bertambah tua, ataukah jiwa kita juga semakin bertumbuh, matang dan dewasa.

Menjelang akhir tahun ini, seperti biasa saya membaca banyak sekali posting soal resolusi. Dan tiba-tiba saya  berubah pikiran. Saya pengen ikut merasakan euforia tahunan. Sepertinya bagus juga menulis resolusi setiap tanggal 31 December untuk mulai dilaksanakan tanggal 1 Januari di tahun berikutnya. Milestone yang mudah diingat. Apalagi (insya Allah) tepat awal tahun 2010 ini, saya dan suami akan menempati rumah susun baru, masih di negara yg sama. Moment yang (menurut saya) tepat untuk meletupkan semangat dalam menjalankan rencana-rencana baru.

Dan inilah resolusi saya untuk tahun 2010 :

  1. Lebih rajin beribadah (sholat tepat waktu dan rajin mengaji).
  2. Belajar untuk lebih sabar. Well, I think I complain too much about this and that. Sering banget mengeluarkan kata-kata "kok gitu sih?" atau "kok bisa sih?" atau "yaaahh". Gampang banget stress dan kecewa kl ada hal-hal yang berjalan dengan tidak seharusnya. Surely not good, I know. Semoga di hari-hari selanjutnya saya bisa lebih sabar dan 'nrimo'.
  3. Lebih serius soal pendidikan. Harus ada suatu achievement penanda, entah apa. Sesuatu yg dinilai dengan angka. Pokoknya harus rajin belajar! :D
  4. Rajin olahraga. Err.. Prakteknya kita lihat nanti, ya..
  5. Belajar (dan rajin) menulis.  
  6. Memperdalam web development dan e-commerce.
  7. Menyelesaikan portofolio.
  8. Menjalankan 2 blog projects. Yang 1 bareng suami, sebuah project tertunda yang merupakan rencana kami sejak masih pacaran, dan yang 1 lagi baru terpikirkan pagi ini. Dua-duanya tentang mimpi.

Semoga bisa 'jalan' semua. :P

Happy new year, people! :)

Wednesday, December 9, 2009

Jadi Ibu Rumah Tangga itu (Tidak) Gampang

Setelah tangis saya pecah beberapa waktu lalu, saya menyadari bahwa menjadi ibu rumah tangga (saja) ternyata tidaklah gampang. Setidaknya untuk saya. Rasanya ada tekanan secara psikis dari masyarakat (yg mengaku) modern yg beranggapan bahwa saya adalah istri yg 'diem aja di rumah' dan 'menghabiskan uang suami'. Ego saya terluka. Apalagi harus saya akui, sebelumnya saya juga termasuk 'mereka-yg-meremehkan-profesi-ibu-rumah-tangga'. Saya, wanita aktif dan pintar (maaf kl sedikit narsis) yg melepaskan berbagai peluang emas untuk mengabdi pada suami, harus berhadapan dengan tuduhan 'orang kebanyakan': 'istri yg mendadak hidup enak di luar negeri'. Tuduhan yg kadang membuat saya mengernyitkan dahi, "lo pikir hidup gw sebelumnya sesusah apa?" atau "halooo.. fyi gw nolak promosi dan sebuah pekerjaan dg training & attachment di luar negeri demi 'sampai ke sini'."

Saya sempat tertekan selama beberapa bulan. Tekanan yg bagi saya lebih berat daripada masa-masa lembur di kantor untuk mempersiapkan decision making chart hingga jam 1 pagi. Bahkan sejauh ini saya (masih) berusaha untuk tidak menggunakan uang hasil jerih payah suami untuk belanja yg sifatnya 'pemuas ego wanita' dan belajar untuk tidak seboros saat masih lajang dengan (cukup) banyak uang sendiri.

Opini publik itu terus mengganggu pikiran saya. Padahal di rumah pun saya tidak 'diam'. Selain pekerjaan rumah tangga seperti mencuci, setrika, dll yg harus dikerjakan sendiri, masih ada pekerjaan validasi dan trial-error coding yg pelan-pelan saya tekuni (dengan dukungan penuh dari suami). Masih ada setumpuk bahan bacaan pengasah otak -bekal sekolah- yg harus saya pelajari. Namun semua itu tidak mampu mendistraksi otak saya. Saya terhimpit stress dalam waktu yg cukup lama, hingga suatu malam saya menulis comment pada notes seorang teman esema, "sometimes some audience miss the point(s) of our show (which is actually we shouldn't really care)."
Seketika itu juga saya sadar bahwa saya sudah membuang-buang waktu dan energi untuk peduli pada hal yg remeh-temeh: opini penonton-yg-bodoh. Saya melupakan esensi pertunjukan saya sendiri. Saya lupa bahwa beberapa orang yg duduk disana memang 'otaknya ga sampai', jadi ga perlu dipaksa untuk 'mengerti'. Saya lupa bahwa bekerja dari rumah bukan hanya karena kondisi, melainkan juga karena kemauan saya sendiri. Saya lupa pesan ayah saya bahwa saat kita merasa tidak bisa menyenangkan semua orang, cukuplah berusaha untuk menyenangkan Tuhan dalam melakukan segala sesuatu.

Saya pun kembali jatuh. Kali ini saya jatuh malu. Malu menyadari bahwa pikiran-pikiran semacam itu membuat nilai ibadah saya sebagai seorang istri berkurang. Malu menyadari bahwa selama ini saya lebih bodoh daripada penonton-yg-bodoh, karena sejauh ini membiarkan mereka mengerdilkan otak saya.

Pelan-pelan saya mulai membuka mata lebih lebar untuk melihat achievement(s) saya sendiri: saya yg mulai bisa masak, saya yg (insya Allah) selalu memberi support suami untuk lebih fokus dalam mencapai goal-nya, saya yg berhasil mengantarkan seorang 'customer' meraih suatu penghargaan kecil di tempat kerjanya, dan lain-lain dan sebagainya. Saya mulai bisa berdamai dengan 'penonton-yg-bodoh' dengan bersikap tidak peduli, serta berdamai dengan diri saya sendiri dengan berusaha untuk lebih menghargai profesi 'ibu rumah tangga' yg ternyata tidak gampang ini. Saya juga semakin bersemangat untuk meraih achievement lebih banyak lagi.

Di balik semua itu, saya sangat bersyukur memiliki suami supportif, yg dengan tekun selalu mengajarkan saya untuk masa bodoh dengan opini publik. Suami yg selalu mampu membuat beban mental saya menjadi lebih ringan dengan senyum dan pelukannya. Suami yg tidak pernah lupa mengucapkan kata terimakasih dan benar-benar menyadari bahwa dia menikahi seorang istri (yang pintar), bukan meng-hire asisten pribadi. Suami yg selalu membuat saya mensyukuri keputusan saya untuk menjadi seorang istri. Suami yg setiap hari selalu berhasil membuat saya jatuh cinta, lagi dan lagi.

--

Notes. this post is also dedicated for every house wife on earth. For Ninit Yunita, Monika Tanu, and Meutia Chaerani, thanks for inspiring me.

:)

Sunday, December 6, 2009

Kata Ganti

Sedang berpikir untuk mengganti kata 'gw' dengan 'saya' untuk posting selanjutnya. Let's see! :P

Friday, November 20, 2009

Julie & Julia

It is our last night in Suwon and it's so cold outside, so me & hubby decided to just stay in our room and watch Julie & Julia.



Favorite quote : "If no one's in the kitchen, who's to see?" Julia Child.

Btw, good bye Suwon. I would love to come again someday!

Thursday, July 23, 2009

Jambore Sahabat Anak

Waktu dapet undangan dari Kak Simbur Hasibuan (Simsim) untuk ikut jambore anak jalanan di Cibubur, gw segera meng-iya-kan tanpa berpikir panjang. Padahal acara itu berlangsung tepat seminggu setelah hari pernikahan gw yg prosesinya menguras banyak tenaga. Dan setelah mengikuti jambore tanggal 19-20 Jul kemarin, gw ga merasa menyesal sudah terbang jauh-jauh dari Surabaya dan menunda honeymoon gw. The whole event was so fun. Rasanya 2 hari kemarin gw punya keluarga baru yg kompak & menyenangkan. Adek-adek peserta jambore sangat manis dan jujur dalam mengungkapkan apa yg mereka pikir dan mereka rasa. Mereka menyimak apa yg gw katakan dengan pandangan yg sulit dilukiskan dengan kata-kata. Kakak-kakak pendamping di jambore juga sangat ramah. Kemaren gw bergabung dengan Prumpung Team dan gw merasa diterima sejak beberapa menit awal perkenalan di rumah singgah Prumpung sehari sebelum acara. For me, they are great people that still have spirit to share with others.

Acara jambore-nya sendiri sangat berkesan. Padat dan bermanfaat. Esp hari pertama dimana dimana adek-adek diajarkan untuk membuat lampion, membatik, membuat kerajinan mote, pembatas buku, dll. Everybody including me sangat antusias menyimak materi. Bahkan antusiasme gw masih kebawa sampai di rumah. Ga sabar nunggu wiken dateng untuk membuat lampion warna-warni yg lucu. Pictures are surely gonna be uploaded here. ;)

Kayanya 2 hari sama mereka masih kurang walaupun dalam 2 hari aja suara gw udah habis dan kulit gw jd gosong. It was really fun. Acara malam kesenian dengan superb bonus dongeng dari Kak Awang juga sangat-sangat berkesan. Tawa dan senyum adek-adek merupakan bayaran yg tak ternilai untuk semua lelah selama 2 hari itu. Gosh, they made me miss my kids @Kampung Rawa. Trust me, you should try to join this event!

Terimakasih, Kak Simsim.
Terimakasih, Sahabat Anak.
Majulah terus, Anak Indonesia!

Selamat Hari Anak Nasional, 23 Jul 2009. :)


Ps. gambar di atas adalah logo Jambore Sahabat Anak ke XIII dengan tema "Aku dan Tanah Airku".

Tuesday, April 21, 2009

prewed

kata orang kl mau nikah bakalan banyak banget godaannya. adaaa aja. ribut-ribut ga penting, orang-orang dari masa lalu, dan lainlain dan sebagainya.

2 bulan lagi gw nikah. dan bener loh.. banyak banget godaannya. adaaa aja.

ada orang dari masa lalu yg tiba-tiba datang dan bilang kl dia penasaran dan suka sama gw dari esempe dan menanyakan kemungkinan gw bisa sama-sama dia. ada orang-lainnya-dari-masa-lalu-juga yg merasa telah salah menilai gw selama gw deket sama dia. katanya, gw-yg-dia-kenal-dulu baru akan memutuskan untuk menikah setelah karir gw tinggi dan blablabla (hey, gw pun ga pernah menyangka keyakinan itu datang secepat ini). ada hal-hal ga prinsipil yang memicu keributan antara gw sama kanjeng raden mas bagus. ada upaya keras untuk berkompromi soal prosesi nikahan, mulai dari design & warna baju, catering, undangan, dekor, sampai penulisan gelar di invitation card. ada sensi yg berlebihan karena keterbatasan komunikasi mengingat perbedaan jarak dan waktu. dan satu lagi, yg juga merupakan godaan yg paling besar buat gw adalah soal kerjaan.

yes, lately gw nolak prestigious job. it's a 'wow', isn't? better career path, better salary, and so on. dan gw dengan angkuhnya geleng-geleng terus pergi gitu aja. gaya.

well, keputusan gw untuk nikah insya Allah udah bulet. gw akan ikut suami gw kemanapun dia pergi dan memulai semuanya dari 0 sama-sama. tapi kl ada yang ngomong, "jaman sekarang cari kerjaan susah dan lo malah nolak-nolak. ga takut kena karma?" gw langsung speechless dan jadi agak sedih. apalagi kl melihat teman-teman seangkatan gw lg seneng-senengnya wisuda, semangat cari kerja, dan mulai menata karirnya.

eniweiii, life is a series of choices. seperti kata seorang teman lama gw, pintu takdir itu ada banyak. tergantung kita mau membuka pintu takdir yg mana. dan gw memutuskan untuk membuka pintu yg sama dengan pintu yg dia buka, agar dapat melangkah bersama-sama di hari-hari selanjutnya.

dulu gw lulus duluan, dapet kerja duluan, dan meniti karir duluan. buat yg masih bertanya-tanya seyakin apakah gw dalam mengambil keputusan untuk menikah di usia yg relatif muda, meninggalkan semua kesempatan yg ada, lewat tulisan ini gw jawab, "gw ga ragu buat nikah duluan."

mohon doa restunya ya.. semoga harga 'mahal' yg (akan) gw bayarkan untuk menuju sebuah pernikahan ini memotivasi gw untuk membuat kualitas hidup (calon) suami gw menjadi lebih baik, sehingga semua 'pengorbanan' itu tidak sia-sia. :)

Wednesday, April 1, 2009

KL Short Trip - The Highlights

  • berdua aja sama si mba nyonya.
  • berangkat jumat malam (after office hour) dan pulang minggu malam. so short, is it? :D
  • berawal dari isengiseng pengen jalanjalan ke tempat yg waktu tempuhnya terjangkau dari surabaya (secara lg berhemat jatah cuti).
  • didukung free seats Air Asia yang murah banget plus cerita tementemen milis IBP tentang serunya jalanjalan dg fasilitas yg tidak 'wah'.
  • niat jalanjalan hemat yg gagal karena ternyata kita belabeli juga disana walopun sebenernya barangbarangnya gada yg istimewa (baca : sama aja kaya di indo). so woman, bukan? :D
  • masih heran dengan keramahan orangorang selama kita di KL. sampai di imigrasi LCCT pun barangbarang kita ga diperiksa, malah disuruh lewat pintu khusus dengan senyuman super lebar dari petugas-petugasnya, padahal yg lain harus ngantri panjang banget. subhanallah.
  • mutermuter sampe kaki rasarasa mau putus ke hampir semua tempat yg ada di 'KL The Guide' yang didapat dari tourist information center di bintang walk, walaupun beberapa di antaranya cuma kita lewatin doang karena ga semenarik fotonya. :D
  • menghindari kamera karena gw sedang sangat gendut. huff..
  • merasa berhutang sama unie & cynthia yang baik banget nemenin kita jalan kaki panaspanas (dan jauhjauh) sampe keringetan. hehe.. merasa ga enak juga sama cowonya unie yang selalu mengawal kita dari kejauhan. i like him. i like them. they two are good together. :)
  • kuliner di tengkat tong shin dan nemu tomyam masakan orang thai asli. benerbener manteb tomyamnya. asem dan pedes banget!
  • heran kenapa pemerintah malay ga menertibkan taxi disana.
  • waktu di butterfly garden merasa beruntung karena punya negara yg lebih kaya, tapi sekaligus miris karena packaging untuk hasil kekayaan alamnya kalah sama negara tetangga yg merdekanya belakangan.
  • sempat mengirangira apakah smart system bisa diterapkan untuk mengatasi masalah banjir di indonesia. btw sesampainya di rumah i browsed alot about it. hehe..
  • nginep di travellerspalm, reserve via hostelword.com. it's a nice place. really. nicer than the pictures on its website. bersih & homy banget. handuknya wangi & spreinya putih bersih, diganti tiap ada tamu yang check out. most of its guest are bule. rina & aisya (crew disana) juga sangat ramah, like the owner, suzy, yg selalu memberi respond yg sangat baik tiap gw telp, baik untuk reconfirm maupun untuk kasitau keterlambatan arrival karena delay yg terusterusan. i didn't meet suzy, but rina & aisya told me about the ups & down of running a guesthouse. kinda inspiring me to run my own guesthouse someday. huhu..
  • discuss alot with aisya soal social issue, culture, politic, & economy disana.
  • ga kaget waktu dikasi tau kalau it's like a must for malaysian to shop in indonesia menjelang pernikahan.
  • masih terkesan dengan conv with aisya, shane (korean), & nick (germany) tentang problem yang dihadapi TKI, esp di malay, dan sedih banget waktu melihat secara langsung (in LCCT & on board) kl banyak sekali TKI yang masih buta aksara. uuhh, semakin mupeng bikin TKI Education Center. amiiin..

dan karena 6 point terakhir, gw menyebut jalanjalan kali ini sebagai 'wisata budaya'. :D

Saturday, February 14, 2009

on the way home


'stranger' : "assalammualaikum"
abang becak 1 : "hush.. iku mba wulan" (hush, itu mba wulan)
'stranger' : "mba wulan sopo?" (mba wulan siapa?)
abang becak 2 : "pokok'e nek mba wulan ojo digudo" (pokoknya kl mba wulan jangan diganggu)
gw : "waalaikumsalam.."

Friday, November 7, 2008

suka sok akrab, deh..

Tiga hari ini tibatiba gw jadi gerah dengan euphoria 'kesok-akrab-an' orangorang merayakan kemenangan Obama. No, not because I don’t like him. Gw suka, malah. I even start reading about him sejak (cukup) dulu (sekali), sebelum semua kehebohan kampanye sampai US election kemarin. And if I were American, I would vote him for sure.

Tapi sesukasukanya gw, akhirnya gw gerah juga dengan semua kelebay-an orangorang yang tibatiba jd sok akrab sama Pak Obama. Sejak selasa kemarin, banyak banget shout out di social networking site, status di messenger, posting di blog, bahkan email berantai di milis, yg menulis dan bicara soal kemenangan Obama as if mereka adalah orangorang yg paling tahu dan paling akrab sama the next US President ini. Huff…

Mungkin secara emosional kita adalah salah satu negara yg diuntungkan dengan terpilihnya Obama sebagai presiden Amerika. Mungkin juga akan banyak US policy yang impactnya bagus untuk kemajuan bangsa kita, mengingat sampai sekarang America is still the most powerful country in the world. Apaapa yg terjadi disana, sedikit banyak akan berpengaruh terhadap negaranegara lainnya (krisis global ini contohnya) dan (menurut gw yg buta politik) Obama punya visi dan misi yang lebih baik dari kandidat US president lainnya. Tapi tidak seharusnya kita terkesan terlalu menggantungkan banyak hal dan berharap banyak kepada si Bapak, walaupun dia pernah menghabiskan masa kecilnya di negara kita, karena kl kata si ratieh, “gw aja lupa namanama teman TK gw sapa.” Maksudnya, walaupun kita sok akrab, Obama ga akan dengan bodohnya memprioritaskan kita dalam kebijakan politiknya.

Seperti kata Oom Daniel Silke yang dikutip dari Kompas, 5 Nov 2008, "Meskipun mungkin ada keuntungan psikologis atau emosi bagi Afrika, dukungan nyata Obama bagi benua itu masih akan dibatasi oleh kepentingan kebijakan luar negeri AS." Begitu juga dengan dukungan nyata Obama terhadap Indonesia.

Anyhow, kita boleh berpesta sejenak seperti merayakan kemenangan tim sepakbola atau F1 favorit kita (karena Obama memang sangat inspeirational), tapi ga seharusnya jadi sok akrab dan kemudian terkesan menggantungkan nasib kita sama Pak Obama. Mari kita beri ucapan selamat (dan berharap) secara wajar, dengan tetap berdiri di atas kaki kita sendiri, membangun bumi pertiwi.

Ps. a person who write this post aka gw adalah orang yg masih sangat awam soal politik dan mungkin blom bisa banyak berguna untuk negaranya. All of writing in this post is just her opinion, yg sapatau bisa membangunkan orang-yg-kebetulan-lewat dari kesok-akraban yg berkepanjangan.
Ga berlaku buat yg mengkaji kisah Obama secara dalam, ya.. Buat yang (merasa) sok akrab aja.

Cheers! ;)

Sunday, October 19, 2008

no reservations

film ini 'lil bit 'yesterday' tapi gw (always) suka. bukan karena gw suka masak atau naksir sama aaron eckhart atau ngefans sama catherine zeta-jone, ya.. bukan. it's just because i like it.
ada semacam perasaan sentimentil yg gw sendiri ga ngerti tiap gw nonton film ini. kinda thought that i could see myself in kate's character. tolong katakata 'character' digarisbawahi ya.. gw ga bilang si zeta jones-nya yg mirip gw, jd yg keburu salah paham dan rasarasa mau muntah, monggo muntah dulu banyakbanyak. hehehe..

seriously, gw selalu tenggelam dalam film ini. i like all of parts of this movie, esp scene when kate's switch the music off in her kitchen. ketidakmampuan si kate bertoleransi dengan kebiasaan orang lain dengan mudah di wilayah teritorialnya dan keinginannya agar orangorang di sekitarnya 'berjalan' dengan 'caranya' seolah memaksa gw bercermin dan menyadari betapa masih jauhnya gw dari kata 'bijak' & 'dewasa'. that's why gw merasa film ini bisa mengingatkan gw untuk mengurangi kekeraskepalaan dan keangkuhan gw.
that stubborn boring lady name kate really reminds me of myself. caranya menjunjung tinggi privacy dan mempertahankan gengsi dengan enggan terlihat terluka, serta keyakinannya bahwa dia ga akan pernah melupakan orang yg dia sayang membuat gw merasa ... dipahami? hehehe.. lebay deh.

eniwei, topic posting kali ini sounds silly (dan lebay) ya.. tapi, have you ever felt like me, seeing yourself in a movie's character then giving advice to yourself not to do this nor that during the movie? it's interesting though.

i also like all of the zoe's scene and fyi, gw udah nonton film ini 5x. :D

Sunday, October 12, 2008

apology


A good apology has three parts:
1) I am sorry.
2) It was my fault.
3) How do I make it right?
Most people skip that third part; that’s how you can say sincerity.

-Randy Pausch, taken from Amelia's blog-

Friday, October 10, 2008

labelled

after reading short story di chic mag yg membahas soal jejaring, gw jd tertarik buat ikutan nulis disini. jejaring (semacam friendster, facebook, my space, nexopia, hi5, etc) mulai menjadi trend di indonesia sejak tahun 2000 sekian. menurut gw, ide dari jejaring ini sangat luar biasa dalam membuktikan small world phenomenon yang selalu dijanjikan mahlukmahluk IT. dengan bergabung dalam suatu jejaring, kita bisa dengan mudah menemukan teman lama kita, berteman dengan temannya teman kita, bahkan berkenalan dengan orang yg benarbenar baru dalam hidup kita. jejaring also helps us remembering our friend's birthday, knowing our friend's interest, updating our friend's news, etc. kegiatan apdet-mengapdet inilah yg kemudian membuat jejaring jadi makin digemari. tanpa membayar sepeser pun (kecuali untuk internet connection, ofkors), kita dapat mengiklankan diri kita semau kita, sepuasnya, dengan market yg kita kehendaki. pada akhirnya ada orangorang yg menganggap you should forget somebody if he/she doesnt join one of the popular social networking site.

gw adalah salah satu dari sekian banyak mahluk di dunia yg bergabung dalam jejaring. bahkan gw mulai mengenal dia melalui salah satu situs jejaring.
when i was in high school, yes, i have kinda opinion that joining social networking site could help us become more popular. atau setidaknya cukup kece. tidak ketinggalan jaman. tapi saat semakin tua, saat gw mulai 'lebih mengerti' gw mulai menempatkan jejaring sebagai tempat untuk saling bertukar berita, iseng menghabiskan waktu luang, dan menjalin tali silaturahmi. tidak lebih. dan gw mulai bisa tersenyum melihat abege-masa-kini berlombalomba untuk membangun suatu profile yg oke di sebuah jejaring, melewati step-step yg juga pernah gw lewati di akhir masa esema. bedanya mereka lebih canggih. mengenal jejaring di usia yg lebih dini. well, mereka abege dan gw sangat mengerti.

tapi gw ga habis pikir waktu orangorang yg ... uhm.. 'ngerti', ikutikutan menempatkan jejaring sebagai tempat untuk pembuktian diri. you're not popular if you're not joining this or that. bahkan tanpa sengaja, jejaring pun mulai memiliki segmen. seperti saat ini, waktu di asia mulai demam facebook, banyak orangorang yg beranggapan bahwa people who exist in facebook is 'more somebody' then people who exist in friendster. dengan kata lain, friendster is so yesterday. ada juga yg memiliki alasan lebih cermat, berpindah jejaring karena alasan keamanan, fasilitas, dll. well, secara skeptis gw beranggapan bahwa secermat apapun alasan mereka, apabila disertai dengan menjelekjelekkan jejaring yg kebanyakan diikuti oleh orang-yg-dianggap-tidak-sekelas-dengan-mereka, tetap saja basic tujuannya sama, mengkotakkotakkan dan membuat kelaskelas. dan segala kecermatan tadi tinggallah alasan. menurut gw, mindset semacam ini sangat ... silly? no. mungkin lebih tepatnya sangat tidak cocok untuk hinggap di pikiran mahlukmahluk yg 'ngerti'.

suatu ketika pernah ada teman lama gw yg living overseas menyapa gw di salah satu jejaring yg sedang popular, "hehe kamu punya facebook, kukirain semua cuma tahu friendster doang." ada juga cerita dia waktu awalawal ada di negara baru, soal temanteman indo-nya di negara setempat yg menertawakan saat dia tidak exist di facebook. well.. sebut gw skeptis. tapi halhal semacam itu (menurut gw) menunjukkan betapa dangkalnya pemikiran orangorang yang 'ngerti' dalam menanggapi suatu jejaring. come on. you're not so overseas just because you're active in facebook and leaving friendster. outside our boundary, there are still so many trends that more-kece people follow. you should not have such a low mindset like that, except you're an abege. karena buat abege, ini bukan soal mindset, tapi soal gaya.

so, in my opinion, tidak seharusnya kita memiliki preference dengan mengkotakkotakkan jejaring yg sudah kita bangun. toh masingmasing jejaring mempunyai benefit tersendiri untuk kita. temanteman yg sudah terlanjur kita kumpulkan di jejaring sebelumnya belum tentu bisa kita temukan di jejaring baru. jadi kenapa kita tidak memanfaatkan duaduanya secara bersamaan dan imbang saja? tanpa preference, tanpa mengkotakkotakkan. toh itu hanyalah jejaring dan kita adalah orangorang yg 'ngerti'. :)

eniwei, am not writing this because am being paid by friendster. :D

Friday, March 7, 2008

a woman to be

hari ini blogger profile gw berubah. "a woman to be. still finding a way to maturity." semoga pelanpelan gw bisa mengubah image "si ulan bocah ajaib yang masih sangat bocah".
ya.. umur gw sudah duadua. *seneng sekaligus sedih.

Tuesday, February 5, 2008

my 22nd besdey gift

5 februari 2008

3 hari lalu gw ulangtahun. worst besdey ever, maybe. gw gagal memberikan hadiah terbaik buat diri gw sendiri sehari sebelumnya. major project yang tebelnya hampir 600 halaman dan 4 kilogram itu cuma dihargai C oleh ibu penguji dan bapak penguji pengganti yang baik hati. sangat jauh dari ekspektasi orangorang, esp yang datang dan menyaksikan. meleset dari ekspektasi gw sendiri.

well, it was the most dramatic moment in my life. gw, ica, dan tiara, sukses melukiskan rasa kecewa dan air mata di wajah orangorang yg telah banyak berharap. walaupun yang mereka kecewakan adalah keputusannya, bukan usaha dan performance kita bertiga, walaupun (seperti yang mereka bilang) buat mereka semua kita selalu A, walaupun (katanya) si ibu itu blom pernah kasih B dalam sejarah kariernya dan C equals to A versi dia, tetep aja judulnya 'kecewa' dan objeknya adalah 'kita'.

banyak provokasi untuk 'naik banding' setelahnya. tapi setelah berpikir dengan cukup matang (insya Allah), kita memutuskan untuk menyudahi semuanya. berusaha berhati besar, betapapun sulitnya. senyumsenyum liat dari segitu banyak tulisan, yang harus direvisi cuma dua, dan kita ga bisa dapet A! sakti bener kan pengujinya.. :)


dear madam yang ada di dalam kotak pandora,terimakasih telah memadamkan 1 lilin saya.
terimakasih telah membantu mempersempit pilihanpilihan dalam hidup saya.
terimakasih atas hadiah ulangtahun yang tak terlupakan.
terimakasih telah menginspirasi untuk pergi ke kebun binatang. :)

pak wince, pak suparto, pak johan, pak sis,
pak made, bu santi, pak inay, maav dan terimakasih buat semuanya, esp buat sebuah rasa percaya, yang (akhirnya) gagal kita jaga. i am so grateful to have been mentored by great people who have given us much knowledge in our life, seperti anda semua.

tementemen,
makasih. banyak dan sangat.

well, sometimes in life, it is necessary to hit the bottom first, because then, where else can you go except going up, right?
sudah saatnya melihat ke depan dan melupakan sang madam. :D
2 hari lagi pak tua gw datang. *senang!